Kitab sastra Ramayana versi India yang ditulis pada abad ke 2 di India merupakan salah satu kitab yang banyak menceritakan mengenai konsep Ke-Indonesia-an atau Ke-Nusantara-an. Ramayana dari bahasa Sansekerta Rãmâyana yang berasal dari kata Rãmâ dan Ayana yang berarti “Perjalanan Rama”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Bagawan Walmiki telah mengambarkan secara nyata mengenai batas geopolitik dan budaya Nusantara. Dimulai pada bagian barat yaitu: Swarna Dwipa (Pulau Sumatra), Jambu dwipa (Jawa dwipa/Pulau Jawa), Bali Dwipa (Pulau Bali), sampai ke timur dengan batas Gunung Sisira Parwata (Gunung diliputi salju terus menerus atau Gunung Puncak Cartens/ Jayawijaya di Papua). Dalam kitab sastra tersebut juga mengambarkan secara utuh keindahan untaian kepulauan Makna Bhinneka Tunggal Ika sebagai Bingkai Budaya Ke-Indonesia-an 3 merupakan bukti nyata bahwa terdapat kaitan budaya antara masyarakat Asia Tenggara dengan budaya Australia dan pengaruhnya hingga ke lapisan Lapita di Pasifik. Hal ini kemudian juga membuktikan bahwa konsep budaya Nusantara merupakan puncak budaya yang sangat unik dan telah berakar secara kuat pada masyarakatnya. Ini dikuatkan oleh sebuah kepercayaan penghormatan kepada roh leluhur dengan bukti adanya punden berundak-undak yang ada di seluruh Indonesia dan mendasari munculnya bentuk-bentuk bangunan. Hal tersebut terlihat merasuk kepada bentuk-bentuk candi mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali bahkan berunsur sama pada bentuk-bentuk bangunan Indonesia lainnya. Kini identitas budaya ke-Nusantara-an dan ke-Indonesia-an apabila dijabarkan lebih jauh yang berdasar pada anasir-anasir budaya yang tinggi tersebut di atas mulai mengalami degradasi secara signifikan. Identitas budaya tersebut kehilangan jati dirinya dengan kedatangan arus deras budaya dari luar dalam wujud westernisasi dan globalisasi. Kedua hal inilah yang menjadi pemicu utama dalam proses akulturasi budaya dan penyeragaman budaya Indonesia. Belum lagi dengan perkembangan arus transformasi komunikasi dan sistem transportasi yang semakin menguatkan bumi menjadi satu kesatuan budaya yang homogen. Pengaruh budaya baru tersebut terjadi sebagai akibat dari sistem dan pola budaya masyarakat dunia yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya sehingga terikat dalam sebuah sistem budaya baru. Pondasi dasar kebudayaan Indonesia mempunyai sifat akulturatif, integratif adaptif, kreatif dan harmonis yang dinamis dalam menerima unsur-unsur budaya asing menyaring dan menyerap akan hal hal yang dapat memperkaya munculnya anasir anasir ke-Indonesia-an. Dasar budaya Bhinneka Tunggal Ika merupakan suatu unsur yang sangat fundamental dan ia merupakan culture intelegent yang dapat dijadikan bingkai dasar untuk merajut kembali goyahnya jati diri kebudayaan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar